Sabtu, 13 April 2013

The Last Rain


"Rereeee banguuun..."
Teriakan dari lantai bawah yang terdengar melengking yang sumber suaranya itu adalah nenek, hampir setiap pagi harinya suara itu selalu terdengar.
"hmmmm iya lima menit lagi nek" dengan malas aku menjawab.
"Reree, ini udah jam setengah delapan" teriak nenek.
Sontak pernyataan itu membuatku kaget dan aku langsung bergegas mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah.
"Hei sarapan dulu re" tegur Ari, Ari adalah kakakku.
"Nggak kak aku udah telat nihh" sambil berlari kecil aku menjawab "kak motornya udah siap belum?"
"Motor kakakkan lagi dibengkel re" Sahut Ari
"Yak ampuun kak, gimana ini pasti telat dehh mana dosennya killer pula" gerutuku dan langsung mengambil langkah cepat keluar rumah.
Sesampainya didepan lorong rumah, aku menunggu ojek lewat namun setelah lima menit belum ada juga ojek yang lewat, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki, pagi itu cuaca sangat bersahabat tidak terik seperti biasanya. Tapi ditengah-tengah perjalanan cuaca berubah menjadi sangat mendung yang lantas membuatku semakin mencepatkan gerakan kakiku, namun belum sampai di halte busway tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, akupun mencari-cari tempat berteduh, lalu aku melihat sebuah gubuk bekas pos kamling yang sudah tidak terawat lagi.
Gedebuk... Karena panik dan tergesa-gesa akupun menabrak seseorang, ia pun terpleset ditangga kecil pos kamling itu.
"Maaf, nggak sengaja" sambil menolongnya untuk bangkit
"eh.. iya nggak papa" cowok itu menjawab dan dengan cepat ia berdiri. Di gubuk bekas pos kamling itu hanya ada kami berdua yang berteduh suasana sangat hening tak ada yang memulai obrolan. Setengah jam berlalu tapi hujan belum juga reda.
"Aduuh gimana nihh, bakal nggak bisa kuliah mana ntar ada kuis lagi" tak sengaja aku menggerutu sendiri.
Sesaat keheningan pun timbul lagi, "nggak ada basa-basinya yaa ni orang, apa jangan-jangan dia bisu atau dia kayak limbad atau dia mau berbuat jahat sama aku jadi dia diem gini hiii takuut" dalam hatiku berbicara dibarengi pikiran liar nan konyol.
"ehhem" batuk yang dibuat-buat oleh cowok itu
aku pun mulai was-was dalam hatiku berkata, "yak ampun jangan-jangan dia bisa baca pikiran orang lagi mati aku"
Aku langsung berniat melanjutkan perjalananku karena aku nggak mau ketinggalan kuis, ditambah lagi aku takut cowok itu bisa baca pikiran orang. Dengan tidak menoleh atau berbasa-basi kepada cowok itu aku melangkah menuju keluar pos kamling.
"eii masih ujan tunggu reda aja kali, siapa tau dosennya juga kejebak ujan", tegurnya
aku pun sontak kaget dengan suara yang aku dengar itu, dan langsung menoleh kebelakang, "i...i...iyaa juga sihh"
"ya udah mantep-mantep aja dulu kali disini, aku juga ada kuis kok tapi gak sekhawatir kamu." Aku tak menjawab pernyataannya karena aku bingung mau jawab apa.
"ehh rumah kamu daerah sini ya?" cowok itu meneruskan omongan
"iya nggak begitu jauh dari sini" jawabku sekenanya
"ohhh"
Kemudian suasana pun hening kembali, beberapa menit kemudian ia berkata,"tenang ya kalo denger suara hujan gini"
"ehh iya, jadi nggak panas juga nih Palembang hehhehe" dengan senyum kuda aku menjawab. Setelah itu suasana hening lagi, tidak berapa lama kemudian hujan sedikit reda.
"ehh udah agak reda nihh, duluan ya" sambil tersenyum kepadanya aku melangkah keluar dari gubuk itu.
ia pun menjawab hanya dengan senyuman.
Sesampainya dikampus ternyata sang dosen killer mengabarkan bahwa beliau nggak bisa hadir hari ini karena ada halangan. "yakk elah tuh bapak, ngomong aja males keluar gara-gara hujan" celetuk Sicil, "kantin yuk re."
Menjawab pernyataan Sicil aku hanya menganggukkan kepala dengan pasrahnya, karena keinget tadi udah ngotot bela-belain keluar jalan kaki keluar lorong, ngotot tetep jalan walaupun hujan belum begitu reda buat ngelanjutin ke halte busway dan rela naik busway yang udah penuh banget isinya, terus harus nempuh perjalanan dua jam lebih buat kekampus dan ternyata kuis itu batal apalagi hari itu cuma ada satu mata kuliah.
Dikantin kami berdua ngobrol dengan seriusnya tentang suatu hal yang amat sangat nggak penting yaitu ngobrolin tentang akhir dari game di ponselku, walaupun kami berdua ngobrol dengan serius mata kami berdua selalu jelalatan, maklum kami berdua udah beberapa bulan menjomblo. Ditengah obrolan aku tiba-tiba bungkam karena ngeliat ada seseorang yang lewat dan itu cowok yang berteduh di bekas pos kamling bersamaku.
"Re kok diem" celetuk Sicil, aku pun masih terdiam. "ehh kesambet nihh kali yaa" tambahnya.
Aku pun tersadar, "ehh kenapa?"
"tuhh kan bener pasti kesambet"
"yeee sotoy kamu ahh, nggak aku tadi liat cowok yang di pos kamling tadi pagi" jawabku
"hah! kamu ngeliatin hansip sampe segitunya, lagian hebat banget tu hansip bisa keliaran di kampus"
"Yeeee...tambah sotoy ni bocah, tadi pagi itu aku berteduh di bekas pos kamling, ehh ketemu cowok disitu, cuek banget orangnya tapiii...ganteng sihh" sambil nyengir kuda aku menjelaskan.
"mana mana orangnya, kalo kamu nggak mau aku aja dehh" sahut Sicil dengan antusias
"udah lewat orangnya, yee kambing kalo aku bilang ganteng juga pasti kamu mau yaaa" ejekku. Sicil pun langsung cemberut.
"ehh cil kita nyari buku ke loakan aja yuk, mumpung nggak ada kerjaan"
"aku mau pulang cepet, soalnya ntar sore ada arisan keluarga dirumah, maaf ya re"
Akhirnya, aku ke toko buku loakan sendirian disana karena aku sudah sering datang kesini seperti biasanya bapak-bapak yang berjualan langsung menawarkan aku buku-buku tentang sejarah dan novel-novel. Aku pun pulang dengan membawa satu kantong asoi yang lumayan berat yang berisi buku-buku, aku membeli banyak karena disini harganya sangat murah.
Dipinggir jalan ketika menunggu bis tiba-tiba, Gedebuuk... Kantongku ternyata jebol karena buku yang terlalu banyak dan kantongnya tipis.
"duuhh...pake jebol segala nih kantong, mana udah lumayan jauh kalo mau balik lagi, gimana mau bawa bukunya kalo banyak gini" gerutuku sambil menyusun buku-buku itu agar tidak tercecer.
ciiitt... bunyi rem sepeda motor yang tiba-tiba stop didepanku, aku pun langsung menengok ke arah si pengendaranya. Tanpa melepaskan helm pengendara itu pun turun.
"kenapa buku kok dihamburin dipinggir jalan? mau dijual?" si pengendara motor itu berkata tanpa melepaskan helmnya.
"bu...bukan, tadi kantong asoinya jebol jadi berhamburan gini dehh, ini juga mau diberesin kok" jawabku
Pengendara itu pun jongkok dan membantuku membereskan buku.
"eh... nggak usah aku bisa kok, aku juga nggak ngganggu lalu lintas kan" 
Cowok itu pun melepaskan helmnya sambil berkata "nggak papa aku bantuin"
Aku pun terdiam sekaligus kaget "ehh kamu kan..."
"iya, aku yang berteduh dengan kamu di bekas pos kamling tadi pagi" sambil membereskan buku.
“emm makasih yaa” tegurku, sambil memasukkan buku kedalam kantong asoi yang dipintanya dari pedagang buku loakan.
“sering kesini ya? Pulang ini mau langsung kemana?”
“iya soalnya bukunya murah-murah, kamu sering kesini juga? Mau langsung pulang kerumah”
“nggak, aku malah baru tau baru ada tempat kayak beginian, ya udah kita kan searah ikut aku aja yuk”
Belum sempat aku menjawab tiba-tiba ponsel cowok itu berbunyi, ia pun agak menjauh dariku.
Setelah ia mengakhiri pembicaraan, “kenapa?” tegurku.
Dengan tampang cemas dia menjawab “emm maaf yaa, aku ditelepon dosen nihh disuruh nemuin dia dirumahnya sekarang jadi nggak jadi deh pulang bareng, apa kamu mau ikut kerumah dosen aku? daripada ntar kamu kenapa-kenapa dijalan”
“ohh nggak papa kok biasa aja lagian aku juga kan biasa pulang sendirian, udah cepetan kan ditunggu sama dosennya”
“ya udah kalo gitu hati-hati ya dijalan, kita bakal ketemu lagi kan” teriaknya sambil berjalan menuju motornya.
            Malam harinya aku diliputi perasaan penasaran tentang siapa sebenarnya cowok itu sekaligus aneh tentang kejadian hari ini.
“kok bisa yaa, aku ketemu sampe tiga kali sehari gitu, udah kayak minum obat aja. Ehh... kok aku sama dia nggak kenalan gitu ya, nama dia juga aku nggak tau, mungkiiin nggak ya aku bisa ketemu lagi sama dia.” Aku meggerutu sendiri didalam kamar, sambil berharap bisa bertemu dengan cowok misterius tadi.
            Setiap harinya aku berharap bisa bertemu atau melihat cowok itu dikampus atau di sekitar daerah rumahku, tapi aku tak pernah melihatnya lagi dan aku pun mengubur niatku dalam-dalam untuk bisa bertemu dia dan menegenalnya lebih jauh lagi mungkin kejadian kemarin hanya kebetulan saja.
            Sore itu aku pulang kuliah seperti biasa berjalan kaki setelah turun dari busway dengan cuaca yang agak mendung. Aku melihat dari kejauhan sebuah gubuk bekas pos kamling tempat pertama kali aku bertemu cowok misterius itu dan cuaca ini mulai menggali lagi niat yang sudah aku kubur dalam yaitu bertemu dengannya. Perasaanku semangat dan mulai berharap mungkin saja aku bisa bertemu dia karena sebentar lagi hujan akan turun. Aku mempercepat langkah kakiku menuju gubuk bekas pos kamling itu, namun langkah ku tiba-tiba terhenti karena melihat motor yang sepertinya aku kenali berhenti tepat didepannya, aku pun tidak melangkah sedikitpun dari tempatku tadi sambil memandang kearah orang yang berhenti didepan gubuk itu dan ternyata ketika ia melepas helm aku sangat tidak percaya dia adalah cowok yang sudah beberapa minggu ini aku harapkan untuk bertemu. Seharusnya aku langsung saja berjalan ke gubuk itu, namun entah mengapa aku menjadi gugup dan takut untuk berjalan kearah itu. Aku masih saja terpaku sambil memandang kearahnya, kulihat ia duduk seperti sedang menunggu orang lalu melihat kearah awan yang mendung dan tiba-tiba ia meihat kearahku, kami pun beradu pandang sekitar beberapa detik.
Geledaarrrr.... Bunyi petir yang berhasil memecah adu pandang kami berdua dan tiba-tiba hujan turun. Aku lalu berlari menuju gubuk itu, aku mendapatkan senyuman sumringah dari cowok yang tadi beradu pandang denganku.
“ngapain kamu disini? Tadi kan belum hujan” tegurku
“semenjak aku ketemu kamu disini, setiap mendung datang aku langsung kesini, berharap bisa ketemu sama kamu”
“haah!”
“beneran aku nggak gombal kok, kemarin aku nggak sempet nanyain nama kamu atau apapun tentang kamu, tapi udah beberapa kali hujan deres nggak ketemu juga sama kamu”
“emang kenapa kamu pengen ketemu aku” jawabku dengan pura-pura tidak berharap bisa bertemu dengannya
“nggak tau juga, rasanya pengen aja ketemu kamu lagi mungkin ini love in 3 sec haha,” dia tertawa “ehh iya nama kamu siapa?” sambungnya
“heii kok diem?” sambarnya
“ah apa nama aku yaa, eee... siapa yaa nama aku?” jawabanku sangat aneh dan bodoh,  karena tiba-tiba aku terserang amnesia sesaat seperti itu.
“hahahhaa,” dia tertawa “loh aku kan nanya kok kamu nanya di aku sihh? Maaf ya kalo pernyataan aku tadi buat kamu kaget tapi mungkin itulah kenyataannya nggak dibuat-buat kok” sambungnya.
“ehh nggak kok aku tadi lagi amnesia aja heheh” lagi-lagi pernyataan konyol ku muncul, dia pun terbahak.
“aaduhh kok bisa jawaban aku konyol gini sihh aneh banget, ahhh kacauuu” desisku dalam hati.
“ehhheemmm” lagi-lagi cowok itu mengeluarkan batuk yang dibuat seperti waktu itu, yang membuatku tambah cemas karena pikiranku semakin merejalela dan menyangka bahwa dia bisa membaca pikiran orang, aku pun menampakkan wajah cemas.
“loh kenapa? Kok ekspresinya gitu, ada yang salah dengan aku” tanya cowok itu
“aku mau tanya tapi jangan marah yaa, kamu bisa baca pikiran orang yaa?” jawabku dengan sedikit takut.
“hah! Nggak kok, emangnya aku paranormal yaa, nggak ada tampangya kan, emang kenapa? Ehh ditanyain nama kok nyambungnya ke paranormal segala yaa haha”
“ehh nggak sihh cuma nanya aja, iya ya kan kamu cuma nanya soal nama kok sampe sini yaa, aku Renata Pricilia biasa dipanggil Rere nama kamu siapa?”
“nama aku Ari Kenanda biasa dipanggil Nanda atau Ari, aku manggil kamu Rena aja yaa heheh biar beda dari yang lain gitu”
“ya udah aku manggil kamu juga Kenan ahh, biar beda juga hehheh. Ehh Ken waktu itu aku liat kamu dikampus lohh tapi aku nggak berani negur takutnya kamu lupa sama aku”
“hah! Beneran brarti kita sekampus yaa, yeee kenapa takut padahal kalo waktu itu kamu negur aku pasti aku bakal seneng tu”
            Akhirnya hujan reda, kami berdua sudah saling mengenal satu sama lain dan sudah bertukan nomor ponsel. Dan aku diantar sampai didepan rumahku, saat itu baru Kenan cowok yang pertama menagantarku sampai kedepan rumah.
            Malam itu terdengar suara rintikan hujan yang membuatku merasakan kembali kegembiraan, kebodohan, kekonyolan, sekaligus keanehanku tadi siang, aku tersenyum dengan konyolnya dikamar kecilku dan aku merasakan sebuah keanehan. “mungkin bener ya quotes yang itu tentang ‘cowok itu biasanya jatuh cinta pada pandang pertama dan cewek jatuh cinta pada percakapan pertama’ huaaa nggak mungkin aku jatuh cinta secepet itu” gerutuku. Dan ponselku berbunyi menandakan ada sebuah telepon, ketika aku lihat ternyata nama Kenan muncul di layar, betapa senangnya aku dan secepat mungkin aku menjawab telepon darinya.
            Keesokan paginya ketika keluar dari rumah aku dikagetkan dengan sesosok cowok yang telah duduk santai didepan rumahku dan ternyata itu Kenan.
“Kenan ngapain disini?”
“nggak cuma mau ngajakin kamu berangkat kuliah bareng aja, yuuk udah siap kan?”
“ee... udah lama kamu disini?”
“lumayanlah sekitar setengah jam yang lalu, ya udah yokk berangkat ntar macet loh”
            Semenjak pagi itu kami berdua selalu pergi kekampus bersama dan seringkali juga Kenan menungguku sampai selesai kuliah hingga beberapa jam lamanya, kami juga sering mengisi waktu liburan bersama. Sampai pada suatu waktu ia mengajakku untuk pergi kesuatu tempat yang dirahasiakannya, akupun tidak menolaknya.
Brrmm brrmm... Terdengar suara motor yang tidak asing lagi ditelingaku pagi itu dan seketika membuat aku merasa berbunga-bunga.
“Rere, ada Kenan tuh” panggil nenek. Keramahan Kenan membuat Nenek sangat akrab dengan Kenan, apalagi hampir setiap pagi hari Kenan telah bertengger didepan rumah dan sembari menungguku keluar ia selalu membantu nenek menyirami bunga-bunga di halaman rumah.
“iya nek bilangin bentar yaa” dengan berdiri mengahadap cermin aku merapikan semua dandananku setelah itu aku langsung bergegas keluar
“ehh kenan cepet banget udah sampe sini, udah mkan belum? Ehh iya emang kita mau kemana sih?” tanyaku penasaran.
“udahlah ikut aja ntar kamu tau sendiri kok, nek pamit pergi dulu yaa” sahut Kenan
“iyaa hati-hati ya nak, jangan pulang malem-malem” jawab nenek
            Diperjalanan Kenan tidak membahas kemana ia akan mengajakku, ia malah diam saja. Suasana hening pun terpecah ketika di lampu merah ada seorang nenek mengemis kepada kami, “assalamualaikum nak, tolong bantuannnya nak”.
Sontak kami berdua saling memandang dan Kenan pun memberikan uang kepada nenek itu.
“Kenapa sih diem aja gak biasanya kamu gini, kamu lagi sariawan ya?” tegurku
“ahh perasaan kamu aja kali, ini aku lagi ngomong” dengan menghadap ke spion motor ia menjulurkan lidahnya.
“basi ahh, ada yang aneh ya hari ini”, pernyataan ku pun tak dijawabnya
            Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya tiba disuatu tempat yang tidak begitu asing lagi bagiku, namun aku sedikit lupa dengan tempat itu. Akupun mulai melihat-lihat kesekitar tempat yang menurutku tidak asing lagi itu sembari mengingat, sementara itu Kenan masih sibuk memakirkan motornya.
“Hei yuk kita jalan” tegur Kenan.
Aku langsung mengayunkan kaki ku namun tidak menjawab dan sedikit pun tidak megarahkan pandangku kepada Kenan, karena saat itu pikiranku masih terusik dengan rasa penasaran akan tempat itu. Dan tiba-tiba aku langsung terduduk ketika melihat sebuah kolam kecil yang dikelilingi pemandangan amat sangat cantik, aku pun baru tersadar bahwa tempat itu adalah tempat pertama dan terakhirnya keluarga kecil ku berlibur.
“Rena kenapa kamu?”
Aku tidak menjawabnya dan Kenan juga ikut diam karena ia ingin menungguku bisa mengungkapkan apa yang ada dibenakku. Entah mengapa setiap aku dan Kenan sengaja untuk pergi ke suatu tempat atau hanya untuk berjalan-jalan bersama selalu saja turun hujan, kali ini pun hujan turun lagi, kami bergegas mencari suatu tempat untuk berteduh.
“Re kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba diem gitu, aku salah ya”
“ehh nggak kok, aku cuma inget sama mendiang Ibu dan Ayahku,” aku terdiam lagi “Ini tempat pertama dan terakhir keluarga kecil kami liburan lengkap satu keluarga, namun sepulang dari sini kami sekeluarga kecelakaan dan kecelakaan itu merenggut nyawa Ibu dan Ayahku” sambungku
“ehh maaf ya Re aku beneran gak tau aku juga gak ada maksud mau ngingetin hal itu ke kamu, maaf banget Re”
“Waktu Ayah ngajakin kesini, ia ngerahasiain juga kami mau diajak kemana dan waktu udah sampe sini Ayah cerita kalo ini adalah tempat yang paling sering dikunjungi mereka berdua saat masih pacaran dulu” mataku mulai berkaca-kaca.
“Maaf banget Re aku gak tau, maaf yaa” Kenan memberikan sapu tangannya kepadaku untuk menghapus air mata yang sedikit lagi akan tumpah dari kelopak mata.
“Kamu sering bawa sapu tangan kemana-mana ya?”
“iya, emang kenapa?”
“Gak semua yang sering bawa sapu tangan kemana-mana itu umurnya pendek kan?” tanyaku konyol.
“hah? Emang kenapa Re, semoga nggak lah aamiin, maaf Ayah kamu dulu sering bawa sapu tangan ya Re?”
“iya ken, aku takut kamu kayak dia juga. Ehh iya waktu aku kesini tiba-tiba hujan juga loh” Aku bertanya seperti itu karena
“semoga nggak deh Re, emang kamu sedih ya kalo aku punya nasib yang sama kayak Ayah kamu?”
“huuu nggak ahh, ngapain sedih hahahha” aku pun terkekeh yang sebenarnya hanya untuk menutupi kekhawatiran ku.
            Sekitar setengah jam berlalu hujan berangsur reda, aku dan Kenan mulai mendekati lagi kolam kecil nan cantik itu. Pikiranku lagi-lagi terbawa kepada kejadian sekitar enam tahun yang lalu, namun kali ini aku dapat menutupinya dan juga Kenan selalu membuat lelucon-lelucon yang dapat membuatku tertawa. Sampai suatu saat Kenan terdiam.
“Kenan, kok tiba-tiba diem sih?” namun Kenan tak menjawab “Kenan, aduh kenapa nih anak kesambet kali’ ya” sambungku
Kenan langsung menatap mataku dengan sendu dan aku sedikit salah tingkah karena baru pertama kali ini ia melihatku dengan tatapan yang beda.
“Re, menurut kamu aku udah bisa lindungi kamu belum?”
“a...apaa? emang kenapa ken kok tiba-tiba bilang gitu?” jawabku gugup
“nggak, aku cuma mau tau aja, kalo menurut kamu belum aku bakal berusaha Re”
“loh emang ada apa Ken kok tiba-tiba bilang gitu?”
“nggak papa, aku cuma mau lindungin kamu aja selagi aku bisa, aku juga pengen kamu nggak malu-malu buat nyuruh aku kalo kamu butuh bantuan apa-apa”
“emm emang kenapa sihh, kok kamu tiba-tiba serius gini?”
“Ya udah yuk pulang takut macet ntar kemaleman sampe rumah, maklum Palembang sekarang kan udah kayak Jakarta macet dimana-mana.
            Sepanjang perjalanan pikiranku bercabang-cabang, yang pertama aku masih teringat tempat tujuan Kenan mengajakku tadi, yang kedua tentang ucapan Kenan yang secara tiba-tiba dan tidak memberikan penjelasan dan alasan yang pasti tentang pernyataan itu. Apalagi seminggu yang lalu Sicil mengatakan bahwa ia menyukai Kenan dan ingin mendekatinya, padahal aku sendiri sepertinya sudah memiliki sebuah perasaan kecil terhadap Kenan. Aku pun tak tahan untuk tidka mengatakan tentang Sicil kepada Kenan, hitung-hitung bisa mengurangi cabang pikiranku.
“Ken kamu kenal kan dengan Sicil, kayaknya dia suka loh sama kamu, ohh ya kamu kan jomblo tuh, mau nggak kenal lebih jauh gitu dengan Sicil?”
Kenan pun langsung meberhentikan motornya dan menjawab “Aku kan udah bilang kalo aku maunya cuma ngelindungin kamu, terus maunya cuma direpotin kamu”
Aku tak dapat berkata apa-apa, mungkinkah ini suatu pernyataan bahwa Kenan menyukai aku.
            Keesokan hari dikampus aku dan Sicil berbincang-bincang. Sicil menanyakan tentang kedekatan aku dan Kenan, ia juga berkata, “Re kalo memang kamu sahabat aku nggak bakal kamu mau deketin Kenan, kamu kan tau kalo aku itu suka sama Kenan, Re kamu tau kan kalo aku baru kali ini suka sama seseorang.”
Aku terdiam ketika mendengar pernyataan itu, sebegitu jahatkah aku terhadap sahabatku ini dan setega itukah aku kepada seorang sahabatku demi seorang cowok. Akhirnya dengan pernyataan itu aku memutuskan untuk menjauhi Kenan demi Sicil.
Setelah hari itu aku selalu berangkat amat sangat pagi tepatnya sebelum Kenan sampai didepan rumahku, aku juga tidak membalas pesan dari Kenan, juga tidak menghiraukan Kenan, walaupun didalam hati ini selalu merindukan kehadirannya dan aku sebisa mungkin melawan rasa itu demi sebuah kebahagiaan seorang sahabatku. Taktik menghindar itu selalu berjalan mulus, sampai beberapa minggu aku tidak bertemu dan tidak merespon Kenan, aku juga menyuruh Sicil untuk segera mendekati Kenan dan aku juga berkata bahwa aku sudah tidak pernah lagi berhubungan dengan Kenan, setidaknya itu membuat Sicil lebih tenang dan senang.
Pada tanggal tiga Desember, Kenan menitipkan sebuah surat kepada nenek untukku yang isinya
Teruntuk Renata Pricillia
Re aku rindu ketika kita berangkat kuliah bersama, pulang bersama, bercanda bersama dan menikmati suara hujan bersama.
Hujan yang biasanya menyejukkan hati dan pikiran, kini hujan itu terasa menyiksa karena hujanku yang sebenarnya sedang pergi dan menghindar entah kemana dan entah apa penyebabnya.
Re maaf, kalo waktu itu aku salah ngomong. Maaf kalo aku udah ngingetin kamu ke kenangan pahit kamu. Maaf aku nggak buat kamu bahagia pas jalan dengan aku kemarin.
Aku harap kamu bisa maafin aku, Aku sadar aku ini bukanlah seorang pangeran berkuda putih yang selalu bisa membuat seorang putri sepertimu bahagia. Aku juga bukan seorang badut lucu yang selalu bisa mebuatmu tertawa
Namun aku hanyalah seorang cowok biasa yang ingin mendapatkan hati dari seorang cewek yang selalu bisa menjadi hujan yang dapat membuat sejuk semua orang terutama hati ini.
Aku pingin kita ketemu sore ini ditempat kita bertemu untuk pertama kalinya, itupun kalau kau mau menemuiku lagi.
            Awalnya Aku tidak menghiraukan ajaka Kenan, namun ketika sore hari akan berganti malam hujan mulai turun, akhirnya akupun memutuskan untuk sekedar memastikan apakah Kenan masih menungguku atau tidak, sesampainya disana aku melihat Kenan duduk terdiam ditangga kecil gubuk itu. Ia pun melihatku dan ia menampakkan senyum sumringahnya, ia melambaikan tangannya dan aku hanya terdiam.
“Rereeee, I Love You...” teriak Kenan
Aku tidak menghiraukannya dan hanya terdiam
“Rere, aku bener-bener sayang sama kamu” teriaknya lagi
Sambil menitikkan air mata aku pun berniat untuk melangkah kembali kerumah. Namun ia berteriak, “Rere tunggu” Sambil menyeberangi jalan
Diujung jalan ada sebuah mobil yang melaju dengan cepatnya, belum sempat aku mengentikan. Ciiiiitttt.... bunyi suara rem mobil itu. Dan Kenan pun terpental ke pinggir jalan.
“Kenaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan” teriakku sambil berlari dan payung yang kubawa pun aku jatuhkan.
Sambil menangis aku mengangkat kepala Kenan kepangkuanku dan ia berkata, “Rere maaf mungkin aku nggak bisa jagain kamu lagi” Kenan menitikkan air mata “I Lo...ve You Re” sambungnya dengan terbata, lalu ia menutup matanya.
Aku hanya bisa menjerit dan menyesali mengapa aku harus menghindarinya.
Semenjak saat itu Rere tak lagi menunggu hujan yang dulunya selalu dinantikan.
"Terdapat Senandung yang Selalu Ku Dengar Dikala Hujan yaitu Senandung Rindu yang Meresonasi Akan Ingatanku Kala Bersamamu Di Masa Lalu"

1 komentar:

Unknown mengatakan...

keren banget :D
cari rena rena lain ahhh

saya suka dengan kalimat : "Terdapat Senandung yang Selalu Ku Dengar Dikala Hujan yaitu Senandung Rindu yang Meresonasi Akan Ingatanku Kala Bersamamu Di Masa Lalu", aku juga ngerasain itu, tapi sayang semua udah jadi asa lalu :')

blog.rioaperta.com