Ceeeetaaaarr……………
Suara
yang memecah keheningan malam kala itu, suara-suara seperti itu sudah sering
terdengar dari rumah minimalis milik keluarga Tio. Keributan-keributan besar
ataupun kecil ini sudah sering terjadi dan akhir-akhir ini keributan itu
semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba Ari, anak kedua mereka terbangun.
“kak
awan, bangun kak aku takut” rengek Ari. Dengan malas Awan menjawab “kenapa toh dek
?”
“Itu
loh kak ada bunyi-bunyi gelas pecah”
Saat
itu baru pertama kali Ari dan Awan melihat Ibu dan Ayah nya bertengkar sebesar
itu, karena biasanya keributan diantara mereka selalu terjadi dimalam hari dan
tidak membangun kan anak-anak mereka. Ari dan Awan pun semakin ketakutan karena
Ibu dan Ayah nya saling berteriak satu sama lain. Akhirnya mereka menyadari
bahwa anak-anak mereka terbangun, keadaan langsung berbalik menjadi membaik dan
mereka mengatakan itu hanya berpura-pura lalu mereka berdua mengajak anak-anak
untuk tidur.
Keributan
seperti ini sering terjadi dikarenakan Tio yang hanya seorang yang memiliki
salon kecil dan memang memiliki tingkah yang bisa dikatakan gemulai ini
dianggap Rani tidak bisa mencukupi kebutuhan kosmetiknya dan tidak bisa
membuatnya bahagia lagi. Padahal salon kecil milik Tio saat itu sangat tenar
dan maju, tetapi Rani masih tidak puas dengan itu.
Setiap
harinya Rani selalu pergi di pagi atau siang hari dan pulang di malam hari yang
arah peginya tidak diketahui oleh Tio karena Rani tidak pernah sedikitpun
meminta izin kepada Tio. Untung saja Tio memiliki anak-anak yang mandiri yang
bisa ditinggal seharian tanpa sedikitpun merengek kepada Ayah atau Ibu nya.
Setiap harinya sebelum Rani pergi, ia menyempatkan diri membeli sayur matang
untuk anak-anaknya. Untuk sekolah pun anak mereka tidak diantar jemput, mereka
berdua jalan kaki sejauh 250 meter untuk menuju sekolahnya.
“kak
enak yaa mereka diantar jemput sama ibu ayahnya, kapan kita bisa diantar kak ?”
“udah
lah dek ayah sama ibu kan pada sibuk, toh kita kan bisa jalan sendiri” namun
didalam relung hati Awan saat itu juga merasa ingin sekali di antar oleh ayah
dan ibu nya karena saat itu mereka masih masing-masing berumur 9 tahun dan 7
tahun.
Sepulangnya
dirumah dua beradik itu selalu mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci
piring, menyapu dll. Sedang asyik-asyikny mereka berdua belajar mereka
dikagetkan oleh kegaduhan didepan rumahnya yang ternyata ayah nya diantar
pulang oleh beberapa orang karena jatuh pingsan di salonnya.
Saat
itu Awan dan Ari sangat bingung dan mereka menelpon ibunya.
“ibu
sedang sibuk nak, ayah kamu pasti bisa merawat dirinya sendiri” lalu telpon pun
ditutup oleh Rani.
Awan
dan Ari lemas mendengar kata-kata itu karena mereka tidak tahu apa yang akan
dilakukan untuk merawat ayahnya. Tidak lama Ayahnya pun mulai sadar dan
langsung memeluk anaknya.
“kalian
menelpon ibu yaa nak ?”
“iya
yah, tapi katanya ibu lagi sibuk dan ayah bisa ngurusin ini sendiri”. Mendengar
kata itu Tio hanya bisa tersenyum pahit.
Tio
memang sudah lama merasakan sakit ini namun baru hari ini ia merasakan yang
separah itu sampai-sampai ia diantar oleh tetangganya pulang. Sangat beruntung Tio
saat itu karena ia memiliki anak-anak yang hebat, karena anak-anaknya lah yang
menyuapi ia saat itu, menggandeng ia kekamar mandi dan menyiapkan air hangat
untuk ia mandi. Ia saat itu sangat terharu melihat kehebatan anaknya yang diumur
sekecil itu dapat merawat ayahnya yang sakit.
“yah
kenapa kok mukanya murung ?” Awan berkata, lalu disambar oleh Ari “kami salah
ya yah ? maaf ya ayah, ayah mau apa biar kami lakukan”
Sontak
itu membuat Tio sangat terharu dan menitikkan air mata, dan memeluk
anak-anaknya. “kalian gak salah nak, ya udah kalian tidur aja ya udah malem
ntar kalian kesiangan sekolahnya”. Lalu Ari dan Awan pun menuruti kata-kata
Ayahnya.
Dengan
keadaan Tio yang sakit itu, ia masih menyempatkan diri untuk menunggu istrinya
pulang. Tepat jam 10 malam Rani pulang dengan diantar temannya memakai mobil
BMW.
“Capek
bu ? darimana ? maaf ga bisa nyiapin air hangat buat mandi”
“ya
capek lah, gak perlu tau darimana aku ya yang penting aku pulang” dengan
menghiraukan keadaan Tio yang sakit.
Sampai
beberapa hari Tio tidak pergi ke salonnya, karena ia tidak kuat untuk berjalan
jauh.
Hari
minggu anak-anak diajak oleh Rani untuk jalan-jalan. “bu kok ayah nggak di ajak
? kapan kita bisa jalan-jalan berempat ?” pungkas Awan dan Ari. Pertanyaan
mereka pun diabaikan oleh Rani.
Ketika
didepan lorong ternyata sudah ada mobil BMW yang menunggu mereka, Awan dan Ari
pun dipaksa masuk oleh Rani. Ditengah perjalanan Rani tiba-tiba kaget karena
melihat Tio sedang menyebrang jalan, saat itu Tio ingin membeli obat untuknya
dan BMW yang dinaiki tersebut tidak meiliki riben, lalu Rani pun langsung
merundukkan kepala nya kebawah dan menarik anak-anaknya untuk merundukkan
kepalanya. Padahal Tio sudah melihat keberadaan Rani dan anak-anak didalam
mobil itu.
Setibanya
dirumah, Tio tidak menanyakan hal itu kepada Rani. Namun pada malam hari terjadi
lagi keributan antara Tio dan Rani. Kali ini keributan sangat-sangat besar.
“bu
ngaku aja kalo emang itu pacar kamu, ayah rela bu kalo ibu mau ninggalin ayah”
dengan suara lembut
“wajar
kan kalo aku nyari lelaki lain, karena kamu itu sedikitpun nggak nyukupin
kebutuhan aku !” bentak Rani.
“
ya udah bu kalau emang kayak itu, yang pastinya jangan pisahin aku dengan
anak-anak. Aku nggak bakal sanggup pisah dengan anak-anak, mereka juga kasihan
kalau selalu kamu tinggal nantinya”
Keesokan
hari Rani tidak seperti biasanya yang sebelum pergi meninggalkan sayur
beliannya di warung nasi, hari itu Tio masih dalam keadaan sakit. Rani pergi
tanpa sepengetahuan anaknya dan tidak berpamitan kepada Tio juga dengan membawa
Koper yang sudah disiapkan dari malam. Dan ternyata ia pergi ke luar kota
dengan lelaki selingkuhannya.
Sudah
dua hari Rani meninggalkan rumah dan anak-anaknya pun setiap waktu menanyakan
kemana perginya ibu mereka, Tio hanya menjawab Ibu sedang ada kerjaan nak. Dan
kesehatan Tio sudah semakin memburuk.
Tiba-tiba
Rani kaget melihat ada secarik kertas di koper miliknya.
Sayang, aku tau saat ini aku hanyalah bagaikan Gunting yang
sudah tumpul, Yang tidak dapat memenuhi kebutuhan lagi
Aku juga sadar aku hanyalah radio yang usang, Yang tidak
dapat didengar lagi
Aku juga menyadari, aku ini hanyalah hama, yang selalu
membuat hidupmu susah dan tak bahagia
Aku juga adalah payung usang ,yang tidak dapat melindungimu
lagi dari teriknya mentari dan terpaan hujan
Namun aku sebisa mungkin selalu ingin menjadi Ksatria yang
tangguh yang dapat melindungimu dikala kau butuh pertolongan, dapat melengakapi
kebutuhanmu, dapat menjadi tumpuan hidupmu
dan anak-anak kita.
Tapi ternyata itu tidak dapat kau lakukan karena aku ini
yahhh… hanyalah orang yang usang dan lemah.
Aku sangat berharap keluarga kecil kita bisa menjadi
keluarga yang harmonis, menikmati hari libur bersama-sama berempat, makan malam
bersama setiap harinya, mendampingi mereka dikala mereka meraih prestasi, dan
bisa bersama-sama melihat anak-anak kita sukses. Namun melodi rintihan hati ini
tidak pernah kau hiraukan, untuk mendengarkan sedetik saja pun kau sudah tidak
mau.
Pesan ku jikalau aku sudah tidak bisa mendampingi anak-anak
kita
Jagalah dan rawatlah mereka, ajaklah mereka ke jalan yang
benar jangan sekali-kali kau menghiraukan permintaannya. Mereka adalah
anak-anak yang cerdas maka dari itu bimbinglah mereka sebaik-baiknya aku yakin
mereka bisa sukses meraih mimpi-mimpi mereka bersamamu…
Aku ingin sekali kau tahu bahwa aku sangat sangat
mencintaimu, rasa ini tidak akan pernah berubah dari pertama kali aku
melihatmu, sayangg… dan jangan pernah merasa bersalah karena aku sudah
memaafkan semua perbuatanmu, tidak ada sedikitpun dendam dihatiku padamu karena
aku mencintaimu sayang…
Rani
pun menitikkan air mata tiba-tiba, Kriiing… kriiiing… Suara Handphone Rani
berbunyi yang membuat Rani kaget.
Di
ujung telepon sana ternyata Awan dengan isak tangis menelepon Ibunya yang
mengabarkan bahwa ayahnya meninggal dunia diperjalanan menuju rumah sakit. Rani
pun langsung buru-buru mengajak pulang selingkuhannya tersebut dengan tidak
menjelaskan apa-apa, diperjalanan pulang Rani beruraian air mata, ia baru
menyadari betapa bodohnya dirinya yang telah mengabaikan keluarga kecilnya dan
suaminya yang sangat mencintainya.
Keadaan
dikediaman Tio pun sudah sangat ramai dan keramaian itu pun tiba-tiba hening
ketika Rani tiba dan ia langsung memeluk erat suaminya yang sudah tidak
bernyawa lagi, lalu ia memeluk erat-erat anaknya dan berkata “naaak maafkan
ibumu yang bodoh ini nak, ibu sangat menyesal”.
Dengan
tingkah polosnya Ari dan Awan mengusap air mata ibu nya sembari berkata “Bu
jangan nagis terus, tadi ayah bilang kita nggak boleh nangis kalau ayah nanti
tidur buat selamanya”
Perkataan
anak-anaknya itu membuat Rani semakin dirundung rasa penyesalan dan ia semakin
mengeratkan pelukan ke anak-anaknya tersebut
Sampai
dikebumikan Tio, isak tangis itu tidak henti-hentinya karena ia sangat
menyesali perbuatannya yang tidak pernah menghiraukan keluarga kecilnya itu.
Rani berjanji akan memperhatikan anak-anaknya dan membimbing anaknya ke jalan
yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar